Critical Theory Of Communication in Organizations
Critical Theory Of Communication in Organizations ( Of Stanley Deetz )
Teori ini berusaha menyeimbangkan kepentingan perusahaan dan manusia , teori ini dapat digunakan untuk mendiagnosa pengambilan keputusan perusahaan yang terdistrosi tempat kerja dapat dibuat lebih produktif dan demokratis melalui reformasi komunikasi.
Kolonisasi Perusahaan dalam Kehidupan Sehari-Hari
Deetz memandang perusahaan-perusahaan multinasional―sebagai kekuatan dominan dalam masyarakat, kontrol perusahaan telah mengurangi kualitas hidup bagi sebagian besar warga, Deetz meneliti stuktur dunia usaha, teori ini komunikasinya sangat penting " karena dia mempertanyakan keunggulan kemakmuran perusahaan.
Informasi Versus Komunikasi: A Difference that Makes A Difference
Deetz menantang teori Shannon dan Weaver bahwa komunikasi adalah transmisi informasi, pandangan itu melanggengkan dominasi perusahaan.
informayion model : pandangan bahwa komunikasi hanyalah saluran untuk transmisi informasi tentang dunia nyata.
communication model : pandangan bahwa bahasa adalah media utama yang melaluinya realitas sosial diciptakan dan dipertahankan.
Strategy (Strategi)―Peralihan Managerial yang Jelas Menuju Kontrol yang Luas
Deetz menjelaskan bahwa masalahnya tidak terletak pada managers. Masalahnya adalah managerialism. Deetz mendeskripsikan managerialism sebagai wacana berdasarkan sejenis logika sistematis, seperangkat kegiatan rutin, dan ideologi, di mana kontrol nilai berada di atas segalanya. Ketika para pemegang saham menginginkan keuntungan dan pekerja menginginkan kebebasan, management begitu mengharapkan kontrol.
Orang-orang dengan kepentingan seperti ini mengambil keputusan dengan alasan, “because I am the boss”, atau kata-kata sejenis itu. Yang mereka pikirkan adalah uang dan bagaimana cara mendapatkannya. Dan uang ini lantas digunakan untuk mengontrol, bukan untuk menghargai efisiensi dan keuntungan.
Orang-orang dengan kepentingan seperti ini mengambil keputusan dengan alasan, “because I am the boss”, atau kata-kata sejenis itu. Yang mereka pikirkan adalah uang dan bagaimana cara mendapatkannya. Dan uang ini lantas digunakan untuk mengontrol, bukan untuk menghargai efisiensi dan keuntungan.
Consent (Persetujuan)―Menghendaki Kesetiaan untuk Menyembunyikan Kontrol
Deetz yakin bahwa perusahaan sangat tidak beralasan dalam usaha mereka memperoleh keuntungan karena mereka tidak hanya menginginkan a fair day work for a fair day’s pay; mereka juga menginginkan cinta, penghargaan, dan kesetiaan. Management menginginkan kesetiaan kepada perusahaan di atas kesetiaan terhjadap teman, agama, dan komunitas. Melalui proses yang disebut Deetz consent inilah sebagian besar karyawan memberikan kesetiaan tanpa mendapatkan pengembalian yang cukup. Menurut Deetz, consent adalah sesuatu yang digunakan untuk mendesain variasi situasi dan proses di mana seseorang secara aktif, meski mereka tidak tahu, meraih kepentingan orang lain, sementara ia menyangka sedang berusaha memenuhi kepentingannya. Seseorang terlibat dalam proses menjadikan dirinya sendiri, korban.
Setiap perusahaan telah merancang seperangkat praktik yang dibuat sendiri. Dan menurut Geetz, praktik organisasional lebih kuat ketika seseorang tidak pernah memikirkannya. Ini akan selalu diterima sebagai taken-for-granted. Dan tanpa pemahaman yang jelas bahwa komunikasi lebih pada memproduksi bukannya merefleksikan realitas, para karyawan akan tetap setia pada managerial yang selalu ingin memperluas ontrol perusahaan.
Setiap perusahaan telah merancang seperangkat praktik yang dibuat sendiri. Dan menurut Geetz, praktik organisasional lebih kuat ketika seseorang tidak pernah memikirkannya. Ini akan selalu diterima sebagai taken-for-granted. Dan tanpa pemahaman yang jelas bahwa komunikasi lebih pada memproduksi bukannya merefleksikan realitas, para karyawan akan tetap setia pada managerial yang selalu ingin memperluas ontrol perusahaan.
Involment (Keterlibatan)―Free Expression of Ideas, but No Voice
Siapapun, yagn berpindah dari kotak kiri ke kotak kanan, telah mengalami perpindahanyangkrusial. Dalam politik, seperti perpindahan dari otoriter ke demokrasi. Dari keputusan managerial yang dibuat secara rahasia, menjadi proses terbuka di mana semua orang punya kesempatan mengekspresikan opini mereka.
Dalam perpolitikan nasional atau perusahaan negara, demokrasi yang sejati membutuhkan orang-orang yang dipengaruhi oleh keputusan forum di mana mereka bisa mendiskusiakn isuny adan punya suara (a voice) sebagai hasil akhir. Forum menyediakan kesempatan utnuk keterlibatan―mengekspresikan ide. Namun menurut Deetz, suara bukanhanya mengatakan sesuatu. Artinya, mengekspresikan kepentingan secara bebas dan terbuka dan juga punya hak bahwa kepentingan itu dipresentasikan dalam keputusan. Orang tidak akan punya suara jika mereka beranggapan bahwa komunikasi adalah transmisi informasi.
Dan setelah melakukan survey terhadap beberpa perusahaan, Deetz berkesimpulan bahwa hak untuk berekspresi itu lebih penting daripada hak untuk diinformasikan. Namun kenyataannya, para karyawan ini tidak melihat bahwa ide mereka tercermin dalam keputusan yang diambil. Dari situ mereka mulai bertanya, ‘lantas untuk apa kebebasan berekspresi?’ Deetz sendiri melihatnya sebagai sesuatu yang tragis. Ia menyatakan: “Kombinasi antara keyakinan dalam realitas dan sinisme itu bencana bagi demokrasi. Keyakinan bahwa klaim adalah opini, digunakan justru untuk menghentikan diskusi, bukan memulainya.
Dalam perpolitikan nasional atau perusahaan negara, demokrasi yang sejati membutuhkan orang-orang yang dipengaruhi oleh keputusan forum di mana mereka bisa mendiskusiakn isuny adan punya suara (a voice) sebagai hasil akhir. Forum menyediakan kesempatan utnuk keterlibatan―mengekspresikan ide. Namun menurut Deetz, suara bukanhanya mengatakan sesuatu. Artinya, mengekspresikan kepentingan secara bebas dan terbuka dan juga punya hak bahwa kepentingan itu dipresentasikan dalam keputusan. Orang tidak akan punya suara jika mereka beranggapan bahwa komunikasi adalah transmisi informasi.
Dan setelah melakukan survey terhadap beberpa perusahaan, Deetz berkesimpulan bahwa hak untuk berekspresi itu lebih penting daripada hak untuk diinformasikan. Namun kenyataannya, para karyawan ini tidak melihat bahwa ide mereka tercermin dalam keputusan yang diambil. Dari situ mereka mulai bertanya, ‘lantas untuk apa kebebasan berekspresi?’ Deetz sendiri melihatnya sebagai sesuatu yang tragis. Ia menyatakan: “Kombinasi antara keyakinan dalam realitas dan sinisme itu bencana bagi demokrasi. Keyakinan bahwa klaim adalah opini, digunakan justru untuk menghentikan diskusi, bukan memulainya.
Deetz mengklaim bahwa demokrasi Jefferson abad ke-18 yang liberal didasarkan pada tiga pengertian tentang komunikasi:
(1) kebebasan berbicara menjamin partisipasi yang adil dalam pengambilan keputusan;
(2) persuasi dan advokasi adalah cara terbaik untuk mencapai keputusan yang baik; dan
(3) individu otonom kemudian dapat membuat pikiran mereka sendiri
Participation (Partisipasi) ―Demokrasi Pemegang Saham Beraksi
Geetz percaya bahwa keterbukaan di tempat kerja, tidak mustahil untuk ada. Ia yakin bahwa demokrasi sejati mampu menciptakan warga Negara yang lebih baik dengan pilihan sosial yang lebih baik dan menyediakan keuntungan ekonomi yang penting. Salah satu tujuan dari teorinya adalah menyatakan kemungkinan negoisasi terbuka kekuasaan. Ia menyebutnya stakeholder democracy. Geetz melihat, sedikitnya ada enam (6) kelompok stakeholders dengan kebutuhan dan keinginan yang berbeda, yaitu:
- investors : menginginkan keamanan prinsipil dan pengembalian yang layak atas investasi yang telah merek berikan,
- workers : ingin upah yang layak, kondisi kerj ayang aman, kesempatan untuk dihargai dalam tugas, keamanan karyawan, dan waktu untuk keluarga mereka,
- consumers : ingin produk yang berkualitas dan layanan dengan harga yang fair,
- supplier : ingin permintaan yang stabil untuk sumber daya yang mereka sediakan dengan pembayaran sesuai pengantaran,
- host communities : ingin pembayaran untuk layanan yang disediakan, karyawan yang stabil, perawatan lingkungan, dan peningkatan kualitas keluarga dan taraf hidup masyarakat,
- greater society and the world community : ingin perawatan lingkungan stabilitas ekonomi, kehidupan publik secara keseluruhan, perlakuan yang adil bagi semua kelompok.
KONSTRUKSIIS RELASIONAL KONSTRUKSI POLITIK (PARC)
pendekatan parc adalah memeriksa standar praktik perhitungan nya khususnya untuk mengungkap bagaimana terjadi keuntungan, kerugiannya , pekerjaan , uang , polusi , cinta , waktu berkualitas, dan hal lainnya
menggambarkan aplikasi stakeholder di sistem PARC :
- Stakeholder yang memiliki kepentingan yang berbeda, tidak mengatur posisi.
- Stakholder yang mengolah kedudukan atas kemampuan berkomunikasinya
- Hubungan otoritas dan posisi kekuasaan sisihkan
- All stakholder memiliki kesempatan yang sama untuk mengekpresikan diri
- Stakeholder menginginkan secara terbukaa untuk menentukan kepentingan mereka
- Peserta transparan berbagi informal dan bagaimana keputusan dibuat
- fakta dan klaim pengetahuan yang ditinjau untuk melihat bagaimana mereka dibuat
- Berfokus pada hasil dan kepentingan daripada persaingan pada perundingan bersama
- Para Stakeholder bersama-sama membuat keputusan bukan hanya " their say "
Contoh Kasus:
Kasus PHK Sepihak
oleh Perusahaan MNC Group
PT MNC
Investama Tbk adalah sebuah perusahaan yang dulunya bergerak dibidang jasa
keuangan, kemudian berpindah menjadi perusahaan yang bergerak dibidang media
massa. Perusahaan media massa yang sering kita kenal dengan sebutan MNC Group ini merupakan perusahaan media
terbesar di Asia Tenggara, terbukti dengan beberapa stasiun televisi yang
berada di bawah naungan MNC Group,
yaitu antara lain: MNC TV, Global TV atau yang sekarang kita kenal dengan GTV,
RCTI, iNews, dan 20 channel yang
disiarkan di tv berlangganan MNC Channel.
Pada tahun
2017 perusahaan MNC Group ini sempat tersandung kasus lantaran sang pimpinan
perusahaan MNC Group ini telah
melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah jurnalis Koran Sindo
sebanyak 300 orang. Hal ini diwarnai dengan para jurnalis yang menuntut adanya
pesangon yang sesuai dengan masa mereka bekerja, beberapa mengeluh sebab mereka
hanya mendapat pesangon yang sedikit, sementara mereka telah bekerja sudah
bertahun-tahun.
Dalam kasus pemutusan
hubungan kerja sepihak ini, PT Media Nusantara Indonesia (MNI) mendapat kecaman dari FSPM – Independen (Federasi
Serikat Pekerja Media – Independen), AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia), dan LBH
Pers (Lembaga Bantuan Hukum Pers). Mereka mendesak beberapa hal antara lain:
1. Meminta PT MNI untuk melakukan musyawarah bipartit sampai
ada kesepakatan dengan para pekerja, karena menurut mereka PHK sepihak adalah
suatu hal yang tidak sah dan melanggar peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Jika PHK merupakan
jalan terakhir, maka pihak MNI wajib memberikan hak pesangon pada pekerja yang
di PHK sesuai dengan pasal 156 UU ketenagakerjaan.
3.
Mendesak Kementrian
Tenaga Kerja untuk turun langsung dalam menangani kasus PHK massal yang
dilakukan PT MNC Group secara
sepihak.
4. Mendesak dewan pers untuk turut aktif dalam melindungi para
jurnalis dan berkoordinasi dengan kementrian tenaga kerja terkait pemenuhan hak-hak
kerja/jurnalis yang terkena dampak tersebut untuk mengorganisir diri guna
berjuang bersama.
Sesuai data
yang diperoleh, tercatat ada beberapa kantor biro Koran Sindo di beberapa
daerah yang harus ditutup yang menyebabkan para karyawannya harus kehilangan
pekerjaan mereka antara lain kantor biro di Jawa Timur, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Barat, Medan, Palembang, Manado, dan Makassar.
Menurut Sasmito
Madrim selaku ketua Federasi Serikat Pekerja Media – Independen (FSPM –
Independen) pihak MNC Group tidak
memberikan alasan yang jelas terkait pemutusan hubungan kerja yang dilakukan
secara sepihak ini. Pihak perusahaan tidak memberikan surat peringatan kepada
para karyawan yang akan di PHK, selain itu surat PHK pun tidak diberikan
langsung pada para karyawan melainkan dikirimkan ke rumah masing-masing. Menurut
Sasmito, tindakan PHK ini merupakan tindakan tidak manusiawi sebab ada yang
sudah bekerja selama belasan tahun namun malah di PHK secara sepihak melalui
surat PHK yang dikirimkan ke rumah.
Analisis Berita:
1.
Latar Belakang
Dalam berita kasus PHK sepihak yang dilakukan oleh PT MNC
Group ini terlihat sebuah kolonialisasi
dalam dunia kerja. PT MNC Group melakukan
PHK dan tidak memberikan pesangon yang sesuai dengan apa yang seharusnya mereka
dapatkan sesuai dengan masa mereka bekerja. Menurut UU Ketenagakerjaan menyatakan
jika karyawan yang telah menjalankan masa kerjanya lebih dari lima tahun dan kurang
dari enam tahun, berhak mendapatkan uang pesangon sebesar 6 kali dari upah per
bulannya.
2.
Transmisi Informasi
Dalam kasus ini, awalnya PT MNC Group menerapkan Informasi dan tidak melakukan penerapan
Komunikasi. Pihak perusahaan secara sepihak memutuskan hubungan kerja para
karyawan dengan cara memberikan informasinya melalui surat yang dikirimkan ke
rumah mereka dan bukan melalui mereka langsung, tentu hal itu dirasa tidak
manusiawi oleh para pekerja, lebih-lebih pada karyawan yang sudah bekerja
bertahun-tahun. Lalu dari pihak FSPM – Independen, AJI, dan LBH Pers
menginginkan pihak perusahaan untuk melakukan Komunikasi terhadap para
karyawannya berupa musyawarah dengan para pekerja untuk mendapatkan kesepakatan
bersama yang akan berlaku adil bagi para pekerja yang di PHK maupun bagi pihak
MNC Group.
3.
Involvement: Ekspresi Ide
Bebas, Tetapi Tanpa Suara
PHK yang di lakukan perusahaan MNC Group ini di lakukan secara sepihak dan tanpa musyawarah dengan
karyawan. Terlihat dalam penulisan berita yang ada, PT MNC Group langsung mengeluarkan surat PHK
dan dikirim ke rumah pegawai masing-masing. Hal ini menimbulkan protes namun
tidak di gubris oleh pihak perusahaan.
Komentar
Posting Komentar